![]() |
| potret kemiskinan |
MDGs dan Perempuan
KEMISKINAN, pendidikan, kesetaraan gender, menekan angka kematian bayi, kesehatan ibu, pencegahan HIV/AIDS dan lingkungan hidup merupakan tujuh dari delapan poin mencapai Millenium Development Goals (MDGs) yang pada tahun 2015 akan berakhir (dievaluasi pencapaiaannya). Pemerintah Indonesia sendiri mendukung penuh target MDGS tersebut sejak dicanangkan 2000 lalu. Lantas bagaimana dengan Sulut sendiri. Sudahkah target MDGs tersebut berjalan on the track dan sejauh mana legislator perempuan mengawal program MDGs tersebut mengingat 7 poin MDGs tersebut terkait erat dengan kepentingan perempuan. Sulit mengukur keberhasilan MDGs di Sulut hingga saat ini. Hal pertama, minimnya pengetahuan dari pemangku kebijakan apakah eksekutif maupun legislative tentang MDGs itu. Ada yang paham namun tak memiliki perspektif gender. Belum lagi kontroversi data di antara sesama lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga social. Beberapa SKPD di Sulut mengklaim angka keberhasilan dari program mereka lebih tinggi dibanding angka nasional. Klaim tersebut oleh sejumlah stakeholder seperti kalangan akademisi dan lembaga-lembaga social bukan menjadi tolok ukur, karena sesungguhnya semua program di daerah parameter keberhasilan atau pencapaian harus dibandingkan dengan permasalahan yang ada di daerah pula. Swara Parangpuan (Swapa) lembaga social yang gencar melakukan advokasi dan kampanye tentang keberpihakan terhadap perempuan ikut tertarik mendalami sejauh mana target MDGs di Sulut sudah berjalan termasuk bagaimana peran legislator perempuan mengawal program MDGs. Ada beberapa wilayah kabupaten kota di Sulut yang akan menjadi target Swapa untuk melakukan penguatan kapasitas kepada legislator perempuan untuk nantinya dalam proses pengambilan kebijakan bisa menghasilkan kebijakan yang pro kemiskinan termasuk pro perempuan hal mana ikut menjadi target MDGs. “Kami berharap program kami ini bisa diterima terutama kepada lembaga-lembaga legislative dan eksekutif di Sulut. Intinya, kami ingin membantu pemerintah mewujudkan target MDGs bukan karena ini menjadi komitement internasional dimana Indonesia terlibat tetapi karena MDGs terkait erat dengan peningkatan kualitas dan kesejahteraan hidup masyarakat,” kata Direktur Umum Swapa Lilly Djenaan didampingi Direktur Eksekutif Vivi George. "Kondisi daerah, birokrasi, kepentingan politik, kualitas anggota DPR perempuan dan perilaku pemangku kebijakan di Sulut bisa menjadi factor penghambat dalam program ini. Butuh kerja keras termasuk sinergitas yang kuat antar semua stakeholder apakah pemerintah, legislator, akademisi dan lembaga social termasuk melakukan pendekatan khusus terhadap partai politik selaku pemegang mandat politik bagi anggota-anggota di DPR. Penting melakukan pendekatan kepada partai politik terutama menseragamkan pemahaman tentang target MDGs. Keseragamaman pemahaman tersebut nantinya diharapkan akan menularkan kepada perwakilannya di DPR agar menghasilkan keputusan yang lebih perspektif gender. Selain itu, sangat penting mengintegrasikan perspektif jender dalam semua program pembangunan berskala besar. Yang terutama pengarusutamaan gender harus berjalan serius sehingga memastikan setiap kebijakan memuat perencanaan dan penyediaan anggaran yang mempromosikan, melindungi, dan memberdayakan perempuan. Atas hal ini, perspektif gender diharapkan ada pula pada pihak eksekutif. Dengan demikian, ketika target MDGs yang berwajah perempuan tersebut dievaluasi di tahun depan, semua pihak bisa sepakat bahwa MDGs di Sulut sudah on the track. (*)
mdgs
mdgs

Tidak ada komentar:
Posting Komentar