18 Sep 2008

SPIRIT OBAMA
Barack Obama

Oleh: Arline JK Tandiapa

”Tapi mimpi John F Kennedy itulah membuat Amerika menjejakkan kaki di bulan, mimpi yang terus hidup”

SEPERTI itulah, pembelaan Edward Kennedy saudara kandung mantan Presiden Amerika John F Kennedy (JFK) terhadap Barack Obama yang dicela lawan politiknya karena menyebut Obama cuma seorang pemimpi.
Secara fisik, Barack Obama tak begitu ‘menarik’. Dibanding pendahulu presiden Amerika, Obama kalah tampan dibanding JFK Kennedy atau Ronald Reagen. Latar belakang keluarganya pun tak sekaya George Bush atau Bil Clinton. Obama hanya seseorang yang berkulit hitam (tak bermaksud bias SARA), seorang keturunan Afro-Amerika, yang menjadi kaum minoritas di Amerika. Leluhurnya pun bukan berasal dari keluarga kaya, bahkan cenderung pas-pasan karena ayahnya merupakan seorang mahasiswa Kenya miskin yang cuma bermodal harapan nekat masuk Amerika (berkat bantuan JFK) guna mencari masa depan cerah bagi keluarganya. Dengan latar belakang tersebut, lalu apa yang membuat Obama begitu dipuja public Amerika bahkan ketika dia belum menjadi seorang presiden. Apa yang isimewa dalam pria yang pernah menghabiskan masa kecilnya di Indonesia ini, sampai-sampai 10 juta rakyat amerika menyatakan mendukungnya ke masuk gedung putih.
Di sinilah sisi menariknya seorang Obama. Ketika Amerika di bawah pimpinan George Bush Jr, bertahan dengan gayanya yang keras, cenderung otoriter dan cuek, Obama mampu tampil dengan gayanya yang penuh perhatian, solider, familiar dan dialogis. Ketika, Bush tetap ngotot menguasai Irak, Obama lebih memilih menarik seluruh prajurit Amerika yang bertahun-tahun di Irak. Ketika Bush lebih memilih tetap bergantung suplai minyak dari timur tengah, Obama memilih untuk mendukung penciptaan sumber-sumber energy lain agar Amerika tidak tergantung ke timur tengah. Ketika Bush cuek dengan nasib rakyat pekerja dan kaum miskin Amerika, Obama berjanji akan membuka lapangan pekerjaan sebanyak-banyaknya dan menghapus pajak bagi kaum pekerja Amerika.
Jurus Obama ternyata ampuh. Publik Amerika terpikat. Nampaknya warga Paman Sam sudah lelah dengan semua kebijakan-kebijakan Bush dan calon dari Partai Republik yang cenderung tidak peduli dengan keinginan rakyat Amerika umumnya. Obama mengajak warga Amerika bersama-sama melakukan perubahan karena semua programnya bukan hanya untuk kepentingan pemerintah tapi semata-mata demi kesejahteraan rakyat Amerika. Saat menyampaikan pidatonya di hadapan lebih dari 84 ribu pendukungnya di Denver Colorado sesaat dia terpilih sebagai Capres dari Partai Demokrat, Obama selalu menggunakan kata ‘kita’ bukan ‘saya’.
Perjuangan hidup Obama memang menjadi daya tarik tersendiri bagi public Amerika. Masa kecilnya di lingkungan keluarga yang sangat sederhana dan acapkali tersisih karena berasal dari kaum minoritas, Obama dengan penuh perjuangan meniti karirnya sehingga terpilih senator Negara bagian Illonois. Latar belakang itu pula yang membentuk karakter Obama lebih toleran, peka terhadap isu sosial dan mampu berinteraksi dengan baik.
Dalam pidatonya di Denver itu juga, Obama mengutip pernyataan sosok pejuang hak-hak sipil Amerika yang legendaries Marthin Luther King yang sarat motivasi. ”Kita tidak bisa berjalan sendirian. Pada saat kita melangkah, kita harus berjanji bahwa kita akan tetap terus melangkah maju. Kita tidak bisa kembali ke zaman yang lampau,” ucap Obama. Slogan ‘Change Yes We Can’ kini kuat didengungkan Public Amerika pro Obama yang rindu adanya perubahan. End of Error (akhir dari kekeliruan) adalah slogan lain yang diapresiasikan terhadap Obama. Maya Soetoro adik tiri Obama berdarah Indonesia berucap jika Obama terpilih Presiden, akan mengakhiri kekeliruan rezim pendahulu. Bagi lawan politik Obama, dia dinilai hanya seorang pemimpi. Namun, bagi Obama dan pendukungnya sebuah kesuksesan selalu diawali dengan sebuah impian.
Saya tak sedang mengagungkan Obama atau bahkan Amerika. Saya hanya tergugah dengan semangat serta keyakinannya membawa perubahan untuk masyarakat. Sejatinya, spirit itu juga bisa menjadi inspirasi para pemimpin kita termasuk para calon pemimpin kita baik di tingkatan eksekutif maupun legislative. Masyarakat kita sudah jenuh dengan intrik di tingkat elit politik, kepala daerah yang kurang peka dengan keinginan masyarakatnya dan wakil rakyat yang tak pernah menyapa rakyatnya. Sementara beban masyarakat makin hari terus bertambah. Ibu-ibu menjerit karena harga beras terus naik, minyak tanah sulit didapat, petani kesulitan pupuk, proyek terbengkalai karena kelangkaan semen, ribuan sarjana mengeluh karena minimnya lapangan kerja dan sejuta persoalan riil di tengah masyarakat yang kurang mendapat porsi perhatian pemerintah. Masyarakat butuh program nyata yang lebih manusiawi dan berpihak kepada kepentingan mereka. Bukan sekadar janji-janji politik atau proyek semusim yang lebih dipengaruhi factor kepentingan politik semata.
Sulut baru saja memilih empat pemimpin baru di empat daerah pemekaran, Bolmut, KK, Sitaro dan Mitra. Dua dari pemimpin hasil pilihan rakyat tersebut baru saja dilantik. Secara nasional, 2009 mendatang Indonesia akan menggelar pesta demokrasi lima tahunan, pemilu legislative dan pemilihan presiden. Besar harapan pesta demokrasi tersebut bukan semata sebagai agenda politik terbesar namun sebuah momentum penting untuk memilih pemimpin-pemimpin yang peka terhadap keinginan dan kepentingan rakyatnya.
Barack Obama meyakini bahwa setiap persoalan dan kebijakan politik selalu dimulai dan diakhiri cerita tentang manusia. Obama ingin menunjukkan bahwa dunia politik dan kebijakan tidak berada di ruang hampa, tetapi berhubungan langsung dengan nasib dan kehidupan manusia-manusia yang riil. Bagaimana dengan motivasi pemimpin dan calon pemimpin kita? Cuma ambisi kekuasaan kah atau naluri mengakhiri kekeliruan? (*)

Tribun Sulut 13 September 2008

Tidak ada komentar:

Posting Komentar