Pekan
untuk
Duo
Harry
Oleh:
Arline JK Tandiapa
ADA
dua peristiwa penting yang terjadi pekan ini. Peristiwa pertama adalah
pelantikan Sinyo H Sarundajang-Djouhari Kansil sebagai gubernur dan wakil gubernur
terpilih pada Senin 20 September lalu. Peristiwa kedua terjadi sehari kemudian
Selasa 21 September ketika Kejaksaan Tinggi Sulut mengeksekusi Mantan Wakil
Gubernur Sulut Freddy H Sualang ke Lembaga Pemasyarakatan (LP) Tuminting.
![]() | |
| Freddy Sualang tegar sesaat sebelum masuk LP Tuminting |
Dua
peristiwa yang kontras ini, cukup menyita perhatian publik Sulut. Kedua momen
tersebut diblow up habis-habisan seluruh media di Sulut. Fakta menarik di balik
dua peristiwa tersebut adalah moment lima tahun silam manakala Mendagri saat
itu M Ma’aruf melantik pasangan Sinyo Harry Sarundajang dan Freddy Harry
Sualang sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Sulut periode 2005-2010. Duo
‘Harry-Harry’ kala itu menjadi magnet bagi warga Nyiur Melambai, karena
keduanya terpilih sebagai pemimpin sulut dalam sebuah pesta demokrasi pemilihan
kepala daerah (pilkada) yang untuk pertamakali digelar. Tak heran, pengambilan
sumpah dan pelantikan Sarundajang-Sualang yang dilaksanakan secara sederhana di
Ruang Mapalus Kantor Gubernur 13 Agustus 2005 dihadiri oleh ribuan masyarakat
dari seantero Sulawesi Utara.
Saya
pribadi yang ikut hadir menyaksikan moment bersejarah itu, bisa menyaksikan
bagaimana animo masyarakat menyaksikan pelantikan tersebut. Mereka tak peduli
meski hanya menyaksikan lewat layar monitor yang disiapkan panitia di luar
ruangan Aula Mapalus pun harus berdesak-desakan. Mata mereka setia mengamati
monitor menyaksikan detik-detik pemimpin yang mereka pilih langsung resmi
menyandang status gubernur dan wakil gubernur. Sejauh ingatan saya, sepanjang
ruas jalan 17 Agustus padat oleh parkiran
kendaraan. Sebagian besar kendaraan-kendaraan itu justru datang dari luar kota
Manado. Mereka, warga Sulut yang datang dari berbagai wilayah di Sulut itu
bukan saja menikmati moment tersebut namun ikut labur mengklaim bahwa ini
adalah perayaan kemenangan rakyat.
Namun,
kenangan indah itu tak bertahan lama. Pertengahan Agutus 2009, Sualang harus
dinonaktifkan dari jabatannya sebagai Wakil Gubernur Sulut terkait dengan
statusnya sebagai terdakwa dalam kasus dugaan korupsi MBH yang ditangani
Pengadilan Negeri Manado sejak tahun 2003. Meski, oleh PN Manado Sualang (dan
Abdi Buchari) diputus bebas murni, namun kasasi di tingkat MA yang dilakukan
Kejaksaan Tinggi Sulut menghasilkan putusan berbeda. Sualang harus menjalani
masa tahanan dua tahun. Perjalanan MBH-gate yang panjang, melelahkan dan
menguras tenaga, pikiran dan materi itu mencapai puncaknya pada 21 September
lalu, ketika Sualang yang meski kondisi fisiknya secara medis sedang sakit
parah, ikhlas menjalani putusan tersebut. Sualang, yang saking letihnya terus
berpolemik dengan masalah ini, merelakan dirinya menyandang status napi demi
tuntasnya kasus ini. Meski tetap mencoba tegar, Sualang hanyalah sebuah pribadi
biasa, manusia yang lemah. Di depan pintu LP Tuminting, ketika memeluk satu
persatu kader partai dan pengikutnya yang setia mendampinginya, airmata Sualang
tumpah. Bahwa di tengah pergumulannya, masih banyak orang yang peduli dan mau
berempati.
![]() | |
| Sinyo Harry Sarundajang |
Suasana
bertolak belakang berlangsung sehari sebelumnya. Berlangsung di Grand Kawanua
Internasional City, gedung berstandart Internasional, disaksikan ribuan
undangan sekelas menteri, gubernur sejumlah propinsi serta petinggi parpol dan
pejabat seantero Sulut dan luar daerah, Sarundajang berdiri dengan gagahnya
ketika Mendagri Fauzi Gamawan mengambil sumpah dan melantiknya sebagai Gubernur
Sulut ke-14 didampingi Djouhari Kansil
sebagai wagub. Kemegahan dan kemeriahan belum berhenti sampai di situ, malamnya
di tempat yang sama digelar pesta resepsi juga dengan para undangan yang
sengaja ‘dipilih’. Pantas saja, baik pemprov, KPU dan deprov enggan terbuka
dengan budget yang disediakan untuk kesuksesan acara tersebut.
Ironis.
Karena pilkada dimana rakyat yang terlibat langsung memilih siapa pemimpin yang
dikehendakinya, tak mendapat kesempatan ikut menikmati. Nuansa pelantikan
pemimpin rakyat berubah menjadi pestanya kaum elit bukan lagi pesta rakyat.
Saya tak bisa menebak apa isi pikiran dari Mendagri Gamawan Fauzi ketika
menyaksikan pelantikan SHS-DK tersebut. Apakah dia sempat membandingkan moment
pelantikan Marlis Rahman yang menggantikan dirinya sebagai Gubernur Sumbar awal
Desember 2009 lalu pasca dirinya dipercayakan SBY sebagai Mendagri. Marlis
Rahman yang sebelumnya wakil gubernur dilantik menjadi gubernur secara
sederhana. Gamawan yang sendiri melantik Rahman pasti ingat kalau pelantikan
kala itu hanya dilakukan di bekas garasi mobil DPRD Sumbar. “Meski hanya
dilakukan di ruang yang dulunya garasi mobil, tapi suasananya tetap khidmat dan
nyaman. Fasilitas ruangan cukup memadai,” ungkap Nasral Anas Sekwan Dekab
Sumbar.
Disayangkan.
Karena di tengah banyak keprihatinan yang terjadi, kepekaan justru menumpul.
Tak perlu menggugat. Tak usah juga dipersoalkan. Baik Sualang maupun
Sarundajang hanya pribadi biasa. Sebagai manusia, Sualang juga tak luput dari
kesalahan. Menjalani dua tahun sebagai seorang tahanan dengan kesehatan yang
makin rapuh, Sualang sudah menebusnya. Rekam jejak Sualang jelas menulis ada
banyak jasa dan kebaikan yang sudah ditorehkan dalam proses pembangunan Sulut.
Sebagaimana sebuah kalimat "Ingat kebaikan orang lain pada kita.
Ingatlah kesalahan kita pada orang lain. Tapi lupakan kebaikan kita pada orang
lain. Lupakan kesalahan orang lain pada kita"
Di
moment Ulang Tahun Sulut ke 46 ini juga, sepatutnya menjadi refleksi bersama.
Saatnya untuk menanggalkan segala perbedaan. Kepentingan rakyat di atas
segala-galanya. Peristiwa 20 September semoga menjadi motivasi baru bagi SHS-DK
bahwa kemegahan pesta itu cukup sehari saja. Lima tahun ke depan, hari-hari
mereka akan diisi dengan pengabdian kepada rakyat Sulut sebagai bayaran telah
mempercayakan mereka sebagai pemimpin Rakyat Sulut. Sebagaimana sebuah
testimony Soekarno, ”Aku ini bukan apa-apa kalau tanpa rakyat. Aku besar
karena rakyat, aku berjuang karena rakyat dan aku penyambung lidah rakyat.” (*)
Dimuat di Harian Radar Manado 25 September 2010


Tidak ada komentar:
Posting Komentar